CONTOH JURNAL MOOC PPPK GURU TAHUN 2024
susirahayu99.blogspot.com || Contoh Jurnal MOOC PPPK Guru Tahun 2024 ~ Massive Open Online Course atau MOOC merupakan pembelajaran pertama di kegiatan pelatihan dasar PPPK formasi tahun 2021, 2022 ditahun 2023. Adapun tema yg di angkat pada pembelajaran MOOC ini yaitu Berakhlak dan Smart ASN. Pengalaman yang saya dapat saat mengikuti pembelajaran MOOC ini sangat mudah dimengerti dengan fitur yang lengkap dimana terdapat 3 Agenda pembelajaran yang setiap agendanya di lengkapi dengan beberapa sub materi dan setiap sub materi terdapat modul yang bisa di baca dengan tambahan beberapa video penerapan materi pembelajarannya. Pada akhir agenda terdapat bagian evaluasi yang dikerjakan untuk menilai kepahaman materi yang telah dipelajari di setiap agenda.
Pembelajaraan MOOC PPPK ini juga terdapat Thropy yang bisa dikumpulkan dengan melihat video dan membaca setiap materi yang telah disediakan, pada Agenda ke I dengan judul materi sikap perilaku Bela Negara mempunyai 3 sub materi, yang pertama Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela Negara yang kedua Analisis isu kontemporer yang ketiga Kesiapsiagaan Bela Negara. Pada Agenda ke II dengan materi Nilai – nilai dasar PNS terdapat 7 sub materi yakni: Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Agenda ke III dengan materi Kedudukan dan Peran PNS dalam NKRI, memiliki 2 sub materi yaitu Smart ASN dan Manajemen ASN.
Bagi anda yang memerlukan Contoh Jurnal MOOC PPPK Guru Tahun 2024 dalam versi MS Word dapat anda unduh pada bagian bawah artikel ini.
Berikut ini adalah tampilan Contoh Jurnal MOOC PPPK Guru Tahun 2024
JURNAL
MASSIVE OPEN ONLINE COURSE
PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA
Nama :
Tempat, Tanggal Lahir :
NIP :
Golongan :
Jabatan :
Instansi :
Massive Open Online Course atau MOOC merupakan pembelajaran pertama di kegiatan pelatihan dasar PPPK formasi tahun 2022 ditahun 2023. Adapun tema yg di angkat pada pembelajaran MOOC ini yaitu Berakhlak dan Smart ASN. Pengalaman yang saya dapat saat mengikuti pembelajaran MOOC ini sangat mudah dimengerti dengan fitur yang lengkap dimana terdapat 3 Agenda pembelajaran yang setiap agendanya di lengkapi dengan beberapa sub materi dan setiap sub materi terdapat modul yang bisa di baca dengan tambahan beberapa video penerapan materi pembelajarannya. Pada akhir agenda terdapat bagian evaluasi yang dikerjakan untuk menilai kepahaman materi yang telah dipelajari di setiap agenda.
Pembelajaraan MOOC PPPK ini juga terdapat Thropy yang bisa dikumpulkan dengan melihat video dan membaca setiap materi yang telah disediakan, pada Agenda ke I dengan judul materi sikap perilaku Bela Negara mempunyai 3 sub materi, yang pertama Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela Negara yang kedua Analisis isu kontemporer yang ketiga Kesiapsiagaan Bela Negara. Pada Agenda ke II dengan materi Nilai – nilai dasar PNS terdapat 7 sub materi yakni: Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Agenda ke III dengan materi Kedudukan dan Peran PNS dalam NKRI, memiliki 2 sub materi yaitu Smart ASN dan Manajemen ASN.
MODUL I
WAWASAN KEBANGSAAN DAN NILAI BELA NEGARA
A. WAWASAN KEBANGSAAN
Wawasan kebangsaan lahir ketika bangsa Indonesia berjuang membebaskan diri dari segala bentuk penjajahan, seperti penjajahan oleh Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Perjuangan bangsa Indonesia yang waktu itu masih bersifat lokal ternyata tidak membawa hasil, karena belum adanya persatuan dan kesatuan, sedangkan di sisi lain kaum kolonial terus menggunakan politik devide et impera. Walaupun demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu telah membuktikan kepada kita tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang tidak pernah menyerah dalam usaha mengusir penjajah dari Nusantara.
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “wawasan” dan “kebangsaan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dinyatakan bahwa secara etimologis istilah “wawasan” berarti: tinjauan atau pandangan, dan dapat juga berarti sebagai konsepsi cara pandang. Sementara itu, “kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Sedangkan “kebangsaan” mengandung arti (1) ciri-ciri yang menandai golongan bangsa, (2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa, (3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.
Dengan demikian wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wawasan kebangsaan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi geografis negara, sejarah, sosio- budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional. Selaian itu, wawasan kebangsaan menentukan bangsa menempatkan diri dalam tata berhubungan dengan sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa lain di dunia internasional. Lebih lanjut, wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan masa mendatang serta berbagai potensi bangsa.
Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa sehingga asas Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan, wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik, dengan wawasan
kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah-tengah tata kehidupan dunia. NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur bertekad untuk mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin, sejajar dengan bangsa lain yang sudah maju.
B. NILAI BELA NEGARA
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara meliputi :
a. cinta tanah air;
b. sadar berbangsa dan bernegara;
c. setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;
d. rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
e. kemampuan awal Bela Negara
Kesadaran Bela Negara ditumbuhkan dari kecintaan pada Tanah Air Indonesia, tanah tumpah darah yang menjadi ruang hidup bagi warga Negara Indonesia. Tanah dan air, merupakan dua kata yang merujuk pada kepulauan Nusantara, rangkaian kepulauan yang menjadikan air (lautan) bukan sebagai pemisah namun justru sebagai pemersatu dalam wilayah yurisdiksi nasional. Tanah Air yang kaya akan sumber daya alam, indah dan membanggakan sehingga patut untuk disyukuri dan dicintai. Dari cinta tanah air-lah berawal tekad untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.
Kesadaran Bela Negara mulai dikembangkan dengan sadar sebagai bagian dari bangsa dan Negara. Bangsa yang majemuk, bangsa yang mendapatkan kemerdekaannya bukan karena belas kasihan atau pengakuan dari bangsa-bangsa penjajah, namun direbut dengan segala pengorbanan seluruh rakyat, mulai dari pengorbanan harta, hingga pengorbanan jiwa dan raga. Dari kecintaan pada tanah air, dikembangkan keinginan yang kuat untuk berbuat yang terbaik untuk negeri. Sadar menjadi bagian dari bangsa dan Negara akan mendorong pada tekad, sikap dan perilaku untuk menjadi warga Negara yang baik, yang patuh dan taat pada hukum dan norma-norma yang berlaku.
Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan segenap komponen bangsa yang dilandasi oleh semangat untuk membela Negara dari penjajahan. Perjuangan tersebut tidak selalu dengan mengangkat senjata, tetapi dengan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan kemampuan masing-masing. Nilai dasar Bela Negara kemudian diwariskan kepada para generasi penerus guna menjaga eksistensi RI. Sebagai aparatur Negara, ASN memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan dalam pengabdian sehari hari. Bela Negara dilaksanakan atas dasar kesadaran warga Negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri yang ditumbuhkembangkan melalui usaha Bela Negara. Usaha Bela Negara diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi. Usaha Bela Negara bertujuan untuk memelihara jiwa nasionalisme Warga Negara dalam upaya pemenuhan hak dan kewajibannya terhadap Bela Negara yang diwujudkan dengan Pembinaan Kesadaran Bela Negara demi tercapainya tujuan dan kepentingan nasional.
MODUL II
ANALISIS ISU KONTEMPORER
ISU KONTEMPORER
Aparatur Sipil Negara dihadapkan pada pengaruh yang datang dari eksternal juga internal yang kian lama kian menggerus kehidupan berbangsa dan bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai konsensus dasar berbangsa dan bernegara. Fenomena tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal dan memahami secara kritis terkait isu-isu strategis kontemporer diantaranya; korupsi, narkoba, paham radikalisme/terorisme, money laundry, proxy war, dan kejahatan komunikasi masal seperti cyber crime, Hate Speech, dan Hoax, dan lain sebagainya. Isu- isu yang akan diuraikan berikut ini:
A. KORUPSI
Perilaku korupsi pada konteks birokrasi dapat disimpulkan dan digeneralisasi, bahwa tingginya kasus korupsi dapat dilihat berdasarkan beberapa persoalan, yaitu: (1) keteladanan pemimpin dan elite bangsa, (2) kesejahteraan Pegawai, (3) komitmen dan konsistensi penegakan hukum, (4) integritas dan profesionalisme, (5) Mekanisme pengawasan yang internal dan independen, (6) kondisi lingkungan kerja, kewenangan tugas jabatan, dan (7) upaya-upaya pelemahan lembaga antikorupsi.
Berikut ini adalah jenis tindak pidana korupsi dan setiap bentuk tindakan korupsi diancam dengan sanksi sebagaimana diatur di dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu bentuk tindakan:
1) Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara (Pasal 2)
2) Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan / perekonomian Negara ( Pasal 3 )
3) Penyuapan (Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 11)
4) Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10)
5) Pemerasan dalam jabatan (Pasal 12)
6) Berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7 )
7) Gratifikasi (Pasal 12B dan Pasal 12C)
B. NARKOBA
Tindak Pidana Narkotika adalah kejahatan induk atau kejahatan permulaan dan tidak berdiri sendiri, artinya Kejahatan narkotika biasanya diikuti dengan kejahatan lainnya atau mempunyai kejahatan turunan. Kejahatan narkotika bisa terkait dengan kejahatan Terorisme, Kejahatan Pencucian Uang, Kejahatan Korupsi atau Gratifikasi, Kejahatan Perbankan, Permasalahan Imigran Gelap atau Kejahatan Penyelupan Manusia (People Smuggling) atau bahkan terkait dengan Pemberontak atau gerakan memisahkan
dari suatu negara berdaulat (Gerakan Separatisme) serta sebagai alat untuk melemahkan bahkan memusnahkan suatu negara yang dikenal dengan Perang Candu.
Ancaman dari pada tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang terjadi di Indonesia sudah pada tingkat yang memperihatinkan, dan apabila digambarkan tingkat ancamannya sudah tidak pada tingkat ancaman Minor, Moderat ataupun Serius, tetapi sudah pada tingkat ancaman yang tertinggi, yaitu tingkat ancaman Kritis. Hal tersebut terlihat dari luas persebaran tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang terjadi hampir diseluruh wilayah Negara Kesatuan Repubik Indonesia serta jumlah (kuantitas) barang bukti narkotika yang disitadan berbagai jenis narkotika, dapat mangancam eksistensi dan kelangsungan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
C. TERORISME DAN RADIKALISME
Terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan kekerasan terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan politik, dalam skala lebih kecil dari pada perang. Dari segi bahasa, istilah teroris berasal dari Perancis pada abad 18. Kata Terorisme yang artinya dalam keadaan teror (under the terror), berasal dari bahasa latin ”terrere” yang berarti gemetaran dan ”detererre” yang berarti takut. Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu musuh dari sengketa teritorial atau kultural melawan ideologi atau agama yang melakukan aksi kekerasan terhadap publik. Istilah terorisme dan teroris sekarang ini memiliki arti politis dan sering digunakan untuk mempolarisasi efek yang mana terorisme tadinya hanya untuk istilah kekerasan yang dilakukan oleh pihak musuh, dari sudut pandang yang diserang. Sedangkan teroris merupakan individu yang secara personal terlibat dalam aksi terorisme. Penggunaan istilah teroris meluas dari warga yang tidak puas sampai pada non komformis politik. Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau negara sebagai alternatif dari pernyataan perang secara terbuka.
Negara yang mendukung kekerasan terhadap penduduk sipil menggunakan istilah positif untuk kombatan mereka, misalnya antara lain paramiliter, pejuang kebebasan atau patriot. Kekerasan yang dilakukan oleh kombatan negara, bagaimanapun lebih diterima daripada yang dilakukan oleh ”teroris” yang mana tidak mematuhi hukum perang dan
karenanya tidak dapat dibenarkan melakukan kekerasan. Negara yang terlibat dalam peperangan juga sering melakukan kekerasan terhadap penduduk sipil dan tidak diberi label sebagai teroris. Meski kemudian muncul istilah State Terorism, namun mayoritas membedakan antara kekerasan yang dilakukan oleh negara dengan terorisme, hanyalah sebatas bahwa aksi terorisme dilakukan secara acak, tidak mengenal kompromi , korban bisa saja militer atau sipil, pria, wanita, tua, muda bahkan anak-anak, kaya miskin, siapapun dapat diserang. Terorisme bukan bagian dari tindakan perang, sehingga sepatutnya tetap dianggap sebagai tindakan kriminal. Pada umumnya orang sipil merupakan sasaran utama terorisme, dengan demikian penyerangan terhadap sasaran militer tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme.
Penyebaran radikalisme juga telah menginfiltrasi berbagai institusi sosial seperti rumah ibadah, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, pendidikan tinggi, serta media massa. Dari berbagai institusi sosial tersebut, media massa berandil besar karena hadir di setiap waktu dan tempat serta tidak memandang kelas sosial dan usia. Kelompok teroris memakai media massa sebagai wahana propaganda, rekruitmen, radikalisasi, pencarian dana, pelatihan, dan perencanaan. Oleh karena itu, perlu ada semacam wacana tandingan untuk membendung ide-ide terorisme yang memanfaatkan keterbukaan informasi. Di sisi lain, pada level berbeda, media massa sering tidak adil terhadap kelompok-kelompok tertentu yang justru menjadi biang lahirnya tindak terorisme itu sendiri. Perkembangan paham radikalisme terbilang pesat, baik dalam bentuk kegiatan maupun kreativitas penjaringan yang dilakukan. Hal ini tentunya menjadi sebuah tantangan besar bagi setiap negara, khususnya Indonesia dan harus direspon secara proporsional dan profesional mengingat dampak yang ditimbulkannya terbilang besar. Terjadinya berbagai kasus teror yang diikuti dengan kasus-kasus terorisme lainnya, telah mendesak pemerintah untuk mengambil langkah penanganan strategis dan merumuskan kebijakan penanggulangan yang sistemik dan tepat sasaran.
MODUL III KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA
Perilaku kesiapsiagaan akan muncul bila tumbuh keinginan ASN untuk memiliki kemampuan dalam menyikapi setiap perubahan dengan baik. Berdasarkan teori Psikologi medan yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (1943) kemampuan menyikapi perubahan adalah hasil interaksi faktor-faktor biologis-psikologis individu ASN, dengan faktor perubahan lingkungan (perubahan masyarakat, birokrasi, tatanan dunia dalam berbagai dimensi). ASN yang siap siaga adalah ASN yang mampu meminimalisir terjadinya hal- hal yang tidak diinginkan terkait dengan pelaksanaan kerja. Dengan memiliki kesiapsiagaan yang baik, maka ASN akan mampu mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) baik dari dalam maupun dari luar. Sebaliknya jika ASN tidak memiliki kesiapsiagaan, maka akan sulit mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, dan ganguan (ATHG) tersebut. Oleh karena itu melalui Pelatihan Dasar ASN ini, peserta diberikan pembekalan berupa pengetahuan/kesadaran dan praktek internalisasi nilainilai berbagai kegiatan kesiapsiagaan.
Untuk pelatihan kesiapasiagaan bela negara bagi ASN ada beberapa hal yang dapat dilakukan, salah satunya adalah tanggap dan mau tahu terkait dengan kejadian- kejadian permasalahan yang dihadapi bangsa negara Indonesia, tidak mudah terprovokasi, tidak mudah percaya dengan barita gosip yang belum jelas asal usulnya, tidak terpengaruh dengan penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan permasalahan bangsa lainnya, dan yang lebih penting lagi ada mempersiapkan jasmani dan mental untuk turut bela negara.
MODUL IV BERORIENTASI PELAYANAN
Pelayanan publik yang berkualitas harus berorientasi kepada pemenuhan kepuasan pengguna layanan. Apabila dikaitkan dengan tugas ASN dalam melayani masyarakat, pelayanan yang berorientasi pada customer satisfaction adalah wujud pelayanan yang terbaik kepada masyarakat atau dikenal dengan sebutan pelayanan prima. Pelayanan prima didasarkan pada implementasi standar pelayanan yang dimiliki oleh penyelenggara. Budaya pelayanan oleh ASN akan sangat menentukan kualitas pemberian layanan kepada masyarakat. Menurut Djamaluddin Ancok dkk. (2014), budaya pelayanan yang baik juga tentu akan berdampak positif terhadap kinerja organisasi dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Budaya pelayanan akan berjalan dengan baik apabila terbangun kerja tim di dalam internal organisasi. Melalui kerja sama yang baik, pekerjaan dalam memberikan pelayanan dapat diselesaikan dengan hasil terbaik bagi pengguna layanan. Fokus utama untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat harus menjadi prinsip utama ASN dalam bekerja.
b. Faktor lain adalah pemahaman tentang pelayanan prima. Budaya berorientasi pada pelayanan prima harus menjadi dasar ASN dalam penyediaan pelayanan. Pelayanan Prima adalah memberikan pelayanan sesuai atau melebihi harapan pengguna layanan. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam memberikan pelayanan prima terdapat beberapa tingkatan yaitu: (1) memenuhi kebutuhan dasar pengguna, (2) memenuhi harapan pengguna, dan (3) melebihi harapan pengguna, mengerjakan apa yang lebih dari yang diharapkan.
c. Pemberian pelayanan yang prima akan berimplikasi pada kemajuan organisasi, apabila pelayanan yang diberikan prima (baik), maka organisasi akan menjadi semakin maju. Implikasi kemajuan organisasi akan berdampak antara lain: (1) makin besar pajak yang dibayarkan pada negara, (2) makin bagus kesejahteraan bagi pegawai, dan (3) makin besar fasilitas yang diberikan pada pegawai.
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN, yaitu 1) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan.
MODUL V AKUNTABEL
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
- Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi
- Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien.
- Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi Aspek-Aspek Akuntabilitas
- Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship) Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dua pihak antara individu/kelompok/institusi dengan negara dan masyarakat. Pemberi kewenangan bertanggungjawab memberikan arahan yang memadai, bimbingan, dan mengalokasikan sumber daya sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dilain sisi, individu/kelompok/institusi bertanggungjawab untuk memenuhi semua kewajibannya. Oleh sebab itu, dalam akuntabilitas, hubungan yang terjadi adalah hubungan yang bertanggungjawab antara kedua belah pihak.
- Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented) Hasil yang diharapkan dari akuntabilitas adalah perilaku aparat pemerintah yang bertanggung jawab, adil dan inovatif. Dalam konteks ini, setiap individu/kelompok/institusi dituntut untuk bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta selalu bertindak dan berupaya untuk memberikan kontribusi untuk mencapai hasil yang maksimal.
MODUL VI KOMPETEN
Karakter lain yang diperlukan dari ASN untuk beradapatasi dengan dinamika lingkungan strategis, yaitu: inovatif dan kreatif, agility dan flexibility, persistence dan perseverance serta teamwork dan cooperation (Bima Haria Wibisana, Kepala BKN,
2020). ASN yang gesit (agile) diperlukan sesuai dinamika lingkungan strategis dan VUCA. Terdapat kecenderungan organisasi pemerintahan mulai mengarah dari organisasi hirakhis, dengan pembagian bidang-bidang yang rijit sektoral (silo). Kini keadaannya mulai berubah ke arah organisasi yang lebih dinamis, dengan jenjang hirakhi pendek. Kebijakan ini ditandai dengan pengalihan dua jenjang jabatan struktural, jabatan administrator dan pengawas menjadi jabatan fungsional (PermenRB Nomor 28 Tahun 2019 Tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Jabatan Fungsional).
Pemangkasan jenjang jabatan tersebut diatas, dianggap dapat lebih responsif, dengan pendayagunaan pegawai lebih optimal dan efesien. Sistem ini menggambarkan perubahan dari cara interaksi kerja yang berjenjang, ke suatu interaksi kerja tim, berlatar belakang keragaman keahlian/profesi (cross functions), dengan koordinator tim yang dinamis, yang dapat berubah menyesuaikan tuntutan sektor kerja dan kinerja tim.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai- nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi setiap pemegang Jabatan, untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
MODUL VII HARMONIS
Negara diharapkan mampu memberikan kebaikan bersama bagi warganya tanpa memandang siapa dan dari etnis mana, apa agamanya. Semangat gotong royong juga dapat diperkuat dalam kehidupan masyarakat sipil dan politik dengan terus menerus mengembangkan Pendidikan kewarganegaraan dan multikulturalisme yang dapat membangun rasa keadilan dan kebersamaan dilandasi dengan prinsip prinsip kehidupan public yang lebih partisipatif dan non diskriminatif. Ada dua tujuan nasionalsime yang mau disasar dari semangat gotong royong, yaitu kedalam dan keluar.
Kedalam, kemajemukan dan keanekaragaman budaya, suku, etnis, agama yang mewarnai kebangsaan Indonesia, tidak boleh dipandanga sebagai hal negative dan menjadi ancaman yang bisa saling menegasikan. Sebaliknya, hal itu perlu disikapi secara positif sebagai limpahan karunia yang bisa saling memperkaya khazanah budaya dan pengetahuan melalui proses penyerbukan budaya.
Keluar, nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang memuliakan kemanuiaan universal dengan menjunjung tinggi persaudaraan, perdamaian, dan keadilan antar umat manusia. Penanganan masalah akibat keberagaman budaya membutuhkan pendekatan yang bijak karena masalah keberagaman berhubungan isu-isu sensitif, seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (sara).
Dalam menangani masalah yang ditimbulkan keberagaman budaya diperlukan langkah dan proses yang berkesinambungan.
Pertama, memperbaiki kebijakan pemerintah di bidang pemerataan hasil pembangunan di segala bidang. Hal ini disebabkan karena permasalahan yang ditimbulkan karena perbedaan budaya merupakan masalah politis.
Kedua, penanaman sikap toleransi dan saling menghormati adanya perbedaan budaya melalui pendidikan pluralitas dan multikultural di dalam jenjang pendidikan formal. Sejak dini, warga negara termasuk ASN menanamkan nilai- nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, dan solidaritas sosial sehingga mampu menghargai perbedaan secara tulus, komunikatif, dan terbuka tanpa adanya rasa saling curiga.
Dengan demikian, model pendidikan pluralitas dan multikultur tidak sekadar menanamkan nilai-nilai keberagaman budaya, namun juga memperkuat nilai-nilai bersama yang dapat dijadikan dasar dan pandangan hidup bersama. Sebagai pelayan publik, setiap pegawai ASN senantiasa bersikap adil dan tidak diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka harus bersikap profesional dan berintegritas dalam memberikan pelayanan. Tidak boleh mengejar keuntungan pribadi atau instansinya belaka, tetapi pelayanan harus diberikan dengan maksud memperdayakan masyarakat, menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Untuk itu integritas menjadi penting bagi setiap pegawai ASN. Senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, tidak korupsi,transparan, akuntabel, dan memuaskan publik. Dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat ASN dituntut dapat mengatasi permasalahan keberagaman, bahkan menjadi unsur perekat bangsa dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itulah sebabnya mengapa peran dan upaya selalu mewujudkan situasi dan kondisi yang harmonis dalam lingkungan bekerja ASN dan kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan. Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
a. Membangun Perilaku Loyal
1) Dalam Kontek Umum
Untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
1. Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi secara Berkala
2) Memantapkan Wawasan Kebangsaan
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
3) Meningkatkan Nasionalisme
Nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain. Sedangkan Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
a. Panduan Perilaku
2. PANDUAN PERILAKU LOYAL
1) Memegang Teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Setia kepada NKRI serta Pemerintahan yang Sah
2) Menjaga Nama Baik Sesama ASN, Pimpinan Instansi dan Negara
3) Menjaga Rahasia Jabatan dan Negara
b. Sikap Loyal ASN Melalui Aktualisasi Kesadaran Bela Negara
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-harinya. Pasal 27 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
3. LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH
a. Penegakkan Disiplin sebagai Wujud Loyalitas PNS
Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan (loyalitas), ketenteraman, keteraturan, dan ketertiban. Sedangkan Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
b. Pelaksanaan Fungsi ASN sebagai Wujud Loyalitas PNS
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat dan pemersatu bangsa.
c. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Wujud Loyalitas PNS
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota masyaraka.
MODUL VIII LOYAL
1. KONSEP LOYAL
a. Urgensi Loyalitas ASN
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang ASN ideal sebagaimana tersebut di atas adalah sifat loyal atau setia kepada bangsa dan negara.
b. Loyal dan Loyalitas
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang artinya mutu dari sikap setia.
c. Loyal dalam Core Values ASN
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
a.Membangun Perilaku Loyal
1) Dalam Kontek Umum
Untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
1. Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi secara Berkala
2) Memantapkan Wawasan Kebangsaan
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
3) Meningkatkan Nasionalisme
Nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain. Sedangkan Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
2. PANDUAN PERILAKU LOYAL
a. Panduan Perilaku
1) Memegang Teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Setia kepada NKRI serta Pemerintahan yang Sah
2) Menjaga Nama Baik Sesama ASN, Pimpinan Instansi dan Negara
3) Menjaga Rahasia Jabatan dan Negara
b. Sikap Loyal ASN Melalui Aktualisasi Kesadaran Bela Negara
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-harinya. Pasal 27 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
3. LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH
a. Penegakkan Disiplin sebagai Wujud Loyalitas PNS
Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan (loyalitas), ketenteraman, keteraturan, dan ketertiban. Sedangkan Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
b. Pelaksanaan Fungsi ASN sebagai Wujud Loyalitas PNS
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat dan pemersatu bangsa.
c. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Wujud Loyalitas PNS
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat.
MODUL IX ADAFTIF
Mengapa Adaftif
Kita sebagai pegawai publik yang terlibat dalam organisasi pemerintah harus memiiki nilai-nilai adaftif dalam diri kita. Ada beberapa alasan kita harus memiliki nilai-nilai adaftif, yaitu diantaranya:
1) Adanya perubahan lingkungan strategis
2) Adanya kompetisi kinerja di sector publik
Memahami Adaftif
Adaftif (Adaptasi) adalah suatu proses yang menempatkan manusia yang berupaya mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan untuk menghadapi lingkungan dan kondisi sosial yang berubah-ubah agar tetap bertahan (Robbins, 2003) Kreativitas Dan Inovasi
Pada umumnya istilah kreativitas dan inovasi kerap diidentikkan satu sama lain. Selain karena saling beririsan yang cukup besar, kedua istilah ini memang secara konteks boleh jadi mempunyai hubungan kasual sebab-akibat.
Organisasi Adaftif
Dinamika dalam perubahan lingkungan strategis ini meliputi bagaimana memahami dunia yang kompleks, memahami prinsip ketidakpastian, dan memahami lanskap bisnis
Adaftif Sebagai Nilai Dan Budaya Asn
Untuk mengatasi agar organisasi terus mampu memiliki pengetahuan yang mutakhir, maka organisasi dituntut untuk melakukan lima disiplin, yaitu: Panduan Perilaku Adaftif
Seorang pemimpin adalah seseorang yang membawa perubahan adaptif, bukan teknis. Dia membuat perubahan yang menantang dan mengacaukan status quo dan dia harus meyakinkan orang-orang yang marah bahwa perubahan itu untuk kebaikan mereka sendiri dan kebaikan organisasi”
Perilaku Adaftif Lemabaga / Organisasional
Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon perubahan lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat dan fleksibel (Siswanto, and Sucipto, Agus 2008 dalam Yuliani dkk, 2020).
Adaftif Dalam Konteks Organisasi Pemerintah
Tantangan utama saat ini bukanlah teknis, melainkan 'adaptif'. Masalah teknis mudah diidentifikasi, didefinisikan dengan baik, dan dapat diselesaikan dengan menerapkan solusi terkenal atau pengetahuan para ahli. Sebaliknya, tantangan adaptif sulit untuk didefinisikan, tidak memiliki solusi yang diketahui atau jelas, dan membutuhkan ide-ide baru untuk membawa perubahan di banyak tempat.
Pemerintah Yang Adaftif
Pemerintahan adaptif bergantung pada jaringan yang menghubungkan individu, organisasi, dan lembaga di berbagai tingkat organisasi (Folke et al, 2005). Bentuk pemerintahan ini juga menyediakan pendekatan kolaboratif fleksibel berbasis pembelajaran untuk mengelola ekosistem yang disebut sebagai "pengelolaan bersama adaptif". Sistem sosial-ekologis selama periode perubahan mendadak/krisis dan menyelidiki sumber sosial pembaruan reorganisasi.
Pemerintah Dalam Pusaran Perubahan Yang Dinamis (Dynamic Governance) Pencapaian atau kinerja organisasi saat ini bukanlah jaminan untuk
kelangsungan hidup di masa depan, lingkungan yang terus berubah dan penuh ketidak pastian.
Pemerintah Sebagai Organisasi Yang Tangguh
Prinsip panduan untuk kecerdasan organisasi dari perspektif ketahanan diilhami oleh hukum klasik tentang variasi yang diperlukan. Sebagaimana dinyatakan undang- undang, kapasitas untuk mengakomodasi perubahan lingkungan tergantung pada variasi yang tersedia di dalam organisasi.
Studi Kasus Adaftif
Beberapa kasus yang dapat dipelajari dan dijadikan contoh bagaimana perilaku adaptif individu maupun organisasi dibutuhkan dan diperlukan untuk mengatasi perubahan lingkungan. Visi Indonesia Emas 2045 adalah sebuah gagasan dan harapan bahwa negara Indonesia dapat menjadi negara yang berdaulat, maju, adil, dan makmur saat memperingati 100 tahun kemerdekaannya.
Aplikasi Peduli Lindungi
Kondisi pandemik membuat pemerintah berupaya mencari solusi paling efisien untuk memastikan mobilitas penduduk dapat terpantau dan dikendalikan dengan baik. PeduliLindungi adalah aplikasi yang dikembangkan untuk membantu instansi pemerintah terkait dalam melakukan pelacakan untuk menghentikan penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19).
MODUL X KOLABORATIF
A. Definisi Kolaborasi
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa definisi kolaborasi dan collaborative governance. Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al,
2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah “value generated from an alliance between two or more firms aiming to become more competitive by developing shared routines”. Sedangkan Gray (1989) mengungkapkan bahwa :
Collaboration is a process though which parties with different expertise, who see different aspects of a problem, can constructively explore differences and find novel solutions to problems that would have been more difficult to solve without the other’s perspective (Gray, 1989). Lindeke and Sieckert (2005) mengungkapkan bahwa kolaborasi adalah: Collaboration is a complex process, which demands planned, intentional knowledge sharing that becomes the responsibility of all parties (Lindeke and Sieckert, 2005).
B. Kolaborasi Pemerintahan (Collaborative Governance)
Selain diskursus tentang definisi kolaborasi, terdapat istilah lainnya yang juga perlu dijelaskan yaitu collaborative governance. Irawan (2017 P 6) mengungkapkan bahwa “Collaborative governance“ sebagai sebuah proses yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling menguntungkan antar actor governance .
Collaborative governance dalam artian sempit merupakan kelompok aktor dan fungsi. Ansell dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative governance mencakup kemitraan institusi pemerintah untuk pelayanan publik.
Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan keputusan, implementasi sampai evaluasi. Berbeda dengan bentuk kolaborasi lainnya atau interaksi stakeholders bahwa organisasi lain dan individu berperan sebagai bagian strategi kebijakan, collaborative governance menekankan semua aspek yang memiliki kepentingan dalam kebijakan membuat persetujuan bersama dengan “berbagi kekuatan”. (Taylo Brent and Rob C. de Loe, 2012).
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi yaitu:
1) Forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
2) Peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
3) Peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya
'‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik;
4) Forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
5) Forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan consensus (bahkan jika konsensus tidak tercapai dalam praktik), dan
6) Fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.
Pada collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus tepat yang mampu membantu mengarahkan kolaboratif dengan cara yang akan mempertahankan tata kelola stuktur horizontal sambal mendorong pembangunan hubungan dan pembentukan ide. Selain itu, Kolaboratif harus memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama dalam menghasilkan nilai tambah, serta menggerakan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.
MODUL XI SMART ASN
1. Literasi Digital
Kecakapan penggunaan media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif. Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Kompetensi literasi digital tidak hanya dilihat dari kecakapan menggunakan media digital (digital skills) saja, namun juga budaya menggunakan digital (digital culture), etis menggunakan media digital (digital ethics), dan aman menggunakan media digital (digital safety). Selain itu Kompetensi literasi digital diperlukan agar seluruh masyarakat dapat menggunakan media digital secara bertanggung jawab.
2. Pilar Literasi Digital
Terdapat 4 pilar dalam literasi digital diantaranya yaitu :
a. Etika bermedia digital adalah panduan etis dan kontrol diri dalam menggunakan media digital. Mengapa harus menerapkan etika dalam bermedia digital ? karena ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya :
1. Penetrasi internet yang sangat tinggi
2. Perubahan perilaku masyarakat media konvensional ke media digital dan,
3. Intensitas orang berinteraksi dengan gawai/gadget yang semakin tinggi
Oleh karena itu diperlukan etika digital untuk menjadi self control pada setiap individu dalam mengakses, berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi diruang digital.
b. Cakap Bermedia digital yaitu kemampuan individu dalam memahami dan menggunakan perangkat keras dan lunak serta system operasi digital dalam kehidupan sehari - hari.
c. Aman bermedia digital yaitu kecakapan untuk melakukan perlindungan identitas digital dan data diri.
d. Budaya bermedia digital yaitu tiap individu memiliki tanggung jawab untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya berlandaskan pada nilai – nilai kebangsaan.
3. Implementasi Literasi Digital dan Implikasinya
Lanskap Digital yaitu sebutan kolektif untuk jaringan sosial, surel, situs daring, perangkat seluler, dan lain sebagainya.Transaksi elektronik Menurut Undang – undang ITE No. 11 Tahun 2008 : Transaksi dengan menggunakan computer, jaringan computer, dan media elektronik lainnya. Jenis pembayaran transaksi elektronik atau daring ini diantaranya adalah transfer bank, dompet digital, COD atau pembayaran ditempat, pembayaran luring, kartu debit, dan kartu kredit.
Contoh Dompet digital diantaranya : Shopee Pay, OVO, Gopay, Dana dan lain – lain Kemajuan dunia digital seperti sekarang ini menimbulkan peluang munculnya penipuan digital. Penipuan digital/ daring memanfaatkan seluruh aplikasi pada platform media internet untuk menipu para korban dengan berbagai modus, menggunakan sistem elektronik yang disalahgunakan untuk menampilkan upaya menjebak pengguna internet dengan beragam cara.
Hak dan kewajiban dalam dunia digital
1. Akses dan tidak diskriminatif
2. Kebebasan berekspresi dan mendapatkan informasi
3. Kebebasan berkumpul, berkelompok, dan partisipasi
4. Perlindungan privasi dan data
5. Pendidikan dan literasi
6. Perlindungan terhadap anak
7. Hak mendapatkan pertolongan terhadap pelanggaran hak asasi
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian darikeseharian kita. Berbagai fasilitas dan aplikasi yang tersedia pada perangkat sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan kita sehari – hari. Literasi digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap warga negara.
MODUL XII MANAJEMEN ASN
Menurut UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, disebutkan bahwa berdasarkan jenisnya, pegawai ASN terdiri dari PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
Kedudukan ASN
Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur Aparatur Negara yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Contohnya sebagai ASN Guru dalam Undang – undang No. 14 Tahun 2005 dijelaskan bahwa guru mempunyai kedudukan sebagai pendidik professional dengan tugas utama yaitu : mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Peran dan Tugas ASN terdiri dari 3 peranan yaitu :
1. Pelaksana Kebijakan Publik yang tugasnya melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pelayan Publik yang tugasnya memberikan pelayanan public yang professional dan berkualitas.
3. Perekat dan pemersatu bangsa yang tugasnya mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonsia.
Sebagai ASN guru, guru memiliki tugas untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang dibuat oleh pejabat pembina kepegawaian yang sesuai dengan perundang – undangan guru.
Hak dan Kewajiban ASN
Hak dan Kewajiban ASN antara PNS dan PPPK terdapat perbedaan diantaranya :
1. Hak Pegawai Negeri Sipil (PNS) diantaranya :
a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas b. Cuti
c. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua d. Perlindungan
e. Pengembangan kompetensi
2. Hak Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
a. Gaji, tunjangan, dan fasilitas b. Cuti
c. Perlindungan
d. Pengembangan kompetensi
Kewajiban Aparatur Sipil Negara
• Setia dan taat pada Pancasila dan UUD tahun 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah
• Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
• Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang
• Mentaati ketentuan peraturan perundang – undangan
• Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab.
• Menunjukan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan
Tindakan kepada setiap orang baik didalam maupun diluar kedinasan.
• Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan
• Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia Kode etik dan kode perilaku ASN
Kode etik dan kode perilaku bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN. Adapun fungsi dari kode etik ASN adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pedoman, panduan birokrasi publik / Aparatur Sipil Negara dalam menjalankan tugas dan kewenangan agar Tindakannya dinilai baik.
2. Sebagai standar penilaian sifat, perilaku, dan Tindakan birokrasi publik / Aparatur Sipil Negara dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
3. Etika birokrasi penting sebagai panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayananan pada masyarakat dan menempatkan kepentingan public diatas kepentingan pribadi kelompok ataupun organisasinya.
Demikian materi dari Agenda I, II, dan III yang dapat saya sampaikan, melalui materi ini saya menjadi lebih paham tentang peranan dan nilai – nilai dasar yang harus dimiliki oleh setiap ASN dan akan saya aplikasikan dalam kehidupan sehari – hari. Semoga jurnal ini bermanfaat.
Posting Komentar